SEJARAH DAN BUDAYA
Oleh : SISKA MAULANI
KELAS XI IPA 1
SMAN 5 GARUT
1. Letak
Geografis
Kampung Adat Dukuh adalah salah satu Kampung Adat yang terletak di kota Garut tepatnya di Desa Ciroyom Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, Provinsi
Jawa Barat, Indonesia.Kampung ini merupakan salah satu
perkampungan tradisional (kampung adat) yang masih menganut kepercayaan nenek
moyang, masyarakat masih mematuhi Kasuaran Karuhun (Tabu/Nasihat Leluhur). Wilayah ini juga sering disebut dengan wilayah Kandang
Wesi. Permukiman
Kampung Adat Dukuh berbeda dengan kampung yang biasanya, selain berada di
dataran tinggi kampung ini juga mempunyai cirihas dan keunikan tersendiri. Sepanjang
perjalanan sepertinya telah menyuguhkan pemandangan yang tidak kalah menarik
dibanding kampung lainnya. Pengunjung dan penjarah yang datang menuju tempat
itu seolah akan terpesona oleh alam
yang berada di sekitarnya. Beberapa hal
yang dapat dilihat ketika melewati perjalanan ini, tampak adanya keanekaragaman
baik hayati maupun non hayati.
Miniatur Kampung Dukuh di Museum RAA Adiwijaya, Garut
2.
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Luas keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektar yang tediri dari 7
hektar bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektar bagian dari Kampung Dukuh Dalam
dan sisanya merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh
juga terdapat area yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat
dimana Makam Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42
rumah dan bangunan Mesjid. Dengan 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk 172
orang untuk Kampung Dukuh Dalam dan 70 kepala keluarga untuk Kampung Dukuh
Luar.
3.
Perbatasan Wilayah
Adapun yang
menjadi letak perbatasan Kampung Dukuh ini yaitu sebelah selatan berbatasan
langsung dengan kampung Cibalagung, sebelah barat berbatasan dengan kampung
Baru Jaya, sebelah timur berbatasan dengan kampung Sukadana dan sebelah utara
berbatasan dengan kampung Tipar.
4.
Jarak Tempuh
Jarak kampung dukuh dari desa Ciroyom lebih 1,5 Km, sedangkan dari
pusat kota kurang lebih 112 Km. untuk mencapai lokasi ini bisa ditempuh dengan
kendaraan pribadi atau umum bisa juga dengan kendaraan umum sampai Kecamatan
Cikelet, dilanjutkan dengan jasa angkutan ojeg sampai lokasi atau bisa juga
membawa kendaraan pribadi menuju kampung tersebut.
Perjalanan
menuju Kampung Dukuh ini sedikit ada kendala karena jalanan yang tidak rata dan
jalanan yang terus naik ke atas bukit. Tetapi kekaguman dan keindahan
pemandangan sepanjang perjalanan menuju kampung dukuh ini sangat indah
sepanjang luasnya mata kita memandang. Hamparan perkebunan pohon jati
menjadikan udaranya sejuk, terlihat gunung-gunung menjulang tinggi, garapan
lahan petani yang mayoritas menanam pohon pisang terlihat disepanjang
perjalanan, terlihat juga hamparan laut yang indah di pandang dari kejauhan,
dan kicauan burung-burung yang merdu terdengar suaranya disepanjang jalan
perjalanan seakan-akan menyambut kedatangan tamu yang datang.
5.
Keadaan
Penduduk
Keadaaan
masyarakatnya sungguh sangat beraneka ragam yang terbentuk oleh buadaya dan
adatnya masing-masing. Mereka mempunyai karakter berbeda tetapi perbedaan bukan
merupakan sebagai perselisihan melainkan salah satu bentuk untuk memperkuat
budaya. Mereka dapat bersatu untuk mewujudkan kepentingan bersama di salah satu
tempat untuk berdiskusi mengenai permasalah-permasalah yang terjadi. Keadaaan
masyarakat di sana pada umumnya bersifat kekeluargaan, hidup rukun dan adanya
interaksi yang kuat antara sesama tetangganya. Walaupun secara keseluruhan
mereka tidak menggunakan alat-alat atau fasilitas teknologi di zaman modern ini
tetapi mereka juga mampu menyesuaikan dengan keadaan zaman yang terus dituntut
untuk berbenah dalam segala hal baik pendidikan, agama, ekonomi sosial maupun
politik.
Melihat dari
segi kehidupan beragamanya semua masyarakat Kampung Dukuh adalah beragama
Islam. Keagamaannya sangat kuat dan saling menguatkan mulai dari anak-anak,
pemuda sampai orang tua sekalipun dituntut untuk belajar ilmu agama. Pendidikan
agama sudah diterapkan sejak dini dan ini merupakan awal untuk membentuk
lingkungan yang agamis. Kesadaran beragama memang sudah cukup besar hal ini
dibuktikan dengan berdirinya pendidikan-pendidikan nonformal seperti madrasah,
masjid, pengajian rutin mingguan, bulanan yang dilakukan secara terus menerus
oleh semua kalangan terutama dengan dipimpin oleh seorang pemimpin kampung
tersbut yang biasa di panggil dengan sebutan Kuncen.
6.
Mata
Pencaharian
Mata pencaharian utama adalah bertani, beternak ayam, bebek,
kambing, domba, kerbau, memelihara ikan dan usaha penggilingan padi. Salah satu
mata pencaharian utama masyarakat kampung dukuh adalah bertani. Model pertanian
yang biasa di lakukan yaitu model pertanian lahan basah (sawah) dan pertanian
lahan kering (huma atau berladang). Masyarakat kampung dukuh dalam bertani pada
lahan basah (sawah) biasanya menggunakan lahan yang terletak pada pinggir-pinggir
sungai, dan lahan yang dapat digunakan untuk cara bertani ini cukup sedikit.
Sedangkan untuk bertani pada lahan kering itu cukup luas, karena biasanya
masyarakat adat kampung dukuh akan mebukah hutan untuk dijadikan lahan
berladang atau bertani. Karena lahan ini cukup luas. maka masyarakat biasanya
banyak yang melakukan bertani pada lahan kering, yaitu seperti
ngehuma,berladang. Selain itu juga masyarakat kampung adat dukuh sering
memanfaatkan hutan sekitarnya, untuk memenuhi kekebutuhan hidup. Biasanya dimanfaatkan
untuk mengambil kayu bakar, mengambil bahan untuk membuat rumah. Hal ini biasa
dilakukan oleh masyarakat kampung dukuh sebelum masuknya jawatan kehutanan atau
perhutani. Dimana setelah masuknya perhutani ke wilayah adat dukuh, masyarakat
menjadi tidak punya akses terhadap hak ulayat mereka.
Berbagai
kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Kampung Dukuh ini, memang sudah menjadi
kebutuhan dan merupakan investasi bagi perekonomian masyarakat sebagai salah
satu loncatan untuk mengembangkan kesejahtraan masyarakat dalam menyeimbangkan perekonimian
dengan daerah lainnya di Kabupaten Garut. Salah satu yang menjadi investasi
Kampung Dukuh ini yaitu keadaan alam hayati yang dimanfaatkan sebagai lahan
untuk bercocok tanam dengan menanam berbagai jenis tumbuhan seperti yang tampak
terlihat di sepanjang jalan yang dipenuhi dengan tanaman pangan seperti
pesawahan dan perkebunan. Adapun tanaman yang ditanam di lahan pesawahan yaitu
padi yang berada di dekat Kampung Dukuh maupun yang jauh dari perkampungan tersebut
tetapi mayoritas masyarakat tersebut menggarap pesawahan yang lahan garapannya
tersebar di daerah tersebut. Pada lahan
perkebunan seperti tanaman palawija berbagai jenis antara lain tanaman cabe
rawit, kacang-kacangan, jagung, terong, dan berbagai jenis sayur-sayuran
lainnya dan biasanya mereka dapat bertani seperti itu ketika musim hujan tiba.
Selain itu juga karena kampung ini terletak di daerah pegunungan masyarakat
juga banyak yang menananm tumbuhan kuat yaitu seperti berbagai macam jenis
kayu, bambu, pohon cengkeh, kelapa, buah-buhan dan banyak lagi yang lainnya.
Warga Kampung Dukuh bukan hanya mengelola tumbuhan saja ternyata setelah saya
masuk ke dalamnya berbagai aktivitas mereka lakukan. Ada diantaranya yang
memelihara binatang ternak untuk dilestarikannya seperti domba, kerbau, ikan,
ayam, dan itik.
7.
Keunikan
dan Ciri khas Kampung Adat Dukuh
Keunikannya adalah keseragaman struktur dan bentuk arsitektur
bangunan pemukiman masyarakat. Terdiri beberapa puluh rumah yang tersusun pada
kemiringan tanah yang bertingkat. Setiap tingkatan terdapat sederetan rumah
yang membujur dari Barat ke Timur. Upacara Moros salah satu manisfestasi
masyarakat Kampung Dukuh yaitu memberikan hasil pertanian kepada pemerintah
menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Ciri khas lainnya tidak
terpengaruh/tergoyahkan oleh kemajuan zaman, seolah-olah tidak mengenal
perkembangan ilmu dan teknologi.
Keunikan lainnya adalah saat tidur, kaki tidak boleh membujur ke sisi
utara, mandi, kencing semua harus menghadap ke barat dan tidak boleh kencing
sambil berdiri alias harus jongkok. Kampung
Dukuh juga merupakan area pedesaan dengan pola budaya religi yang kuat.
Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai cara pandang hidup yang berlandas pada
sufisme dengan berpedoman pada Mazhab Imam Syafii. Landasan budaya tersebut
berpengaruh pada bentukan fisik pedesaan tersebut dan adat istiadat masyarakat
Kampung Dukuh. Kampung Dukuh sangat menjunjung keharmonisan dan keselarasan
hidup bermasyarakat. Idealisme itu berpengaruh kepada bentukan bangunan di
Kampung Dukuh yang tidak membolehkan penggunaan dinding dari tembok dan atap
dari genteng serta jendela dari kaca. Hal ini dilandasi alasan bahwa hal yang
bersifat kemewahan akan mengakibatkan suatu sistem masyarakat menjadi tidak
harmonis. Di Kampung Dukuh juga tidak diperkenankan adanya prasarana listrik
dan pemasangan televisi serta radio yang dipercaya selain mendatangkan manfaat
yang banyak juga mendatangkan kemadaratan yang tinggi juga. Alat makan yang
digunakan juga terbuat dari pepohonan seperti khalayaknya bangunan, seperti
bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut dipercaya lebih
memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena bahan tersebut tidak mudah
hancur/ pecah dan dapat menyerap kotoran.
Pola budaya juga berpengaruh pada aspek non fisik seperti ritual
budaya, antara lain :
a.
Ngahaturan
tuang merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau
pengunjung yang berasal dari luar apabila memiliki keinginan-keinginan tertentu
seperti kelancaran dalam usaha, perkawinan, jodoh, dengan memberikan bahan
makanan seperti garam, kelapa, telur ayam, kambing atau lainnya sesuai
kemampuan.
b.
Nyanggakeun
merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil pertanian kepada kuncen
untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panennya sebelum
melakukan kegiatan Nyanggakeun.
c.
Tilu
Waktos merupakan ritual yang dilakukan oleh kuncen yaitu dengan membawa makanan
ke dalam Bumi Alit atau Bumi Lebet untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian
makanan ke Bumi Allit lalu berdoa. Biasa dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10
Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
d.
Manuja
adalah penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada Kuncen untuk diberkati
pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha untuk maksud perayaan.
e.
Moros
merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi yang dimiliki kepada
aparat pemerintah seperti lurah dan camat.
f.
Cebor
Opat Puluh adalah mandi dengan empat puluh kali siraman dengan air dari
pancuran dan dicampur dengan air khusus yang telah diberi doa-doa pada jamban umum.
g.
Jaroh
merupakan siuatu bentuk aktivitas berziarah ke makam Syekh Abdul Jalil. Tetapi
sebelumnya harus melakukan mandi cebor opat puluh dan mengambil air wudhu serta
menanggalkan semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang tidak bercorak.
h.
Shawalatan
dilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen. Shalawatan Karmilah sejumlah 4444
yang dihitung dengan menggunakan batu.
i.
Sebelasan
dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam dengan membaca
Marekah.
j.
Terbang
Gembrung merupakan kegiatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maulud yang
dilakukan para orang tua Kampung Dukuh.
k.
Terbang
Sejak merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan seperti khitanan dan
pernikahan. Pertunjukkan terbang sejak ini merupakan pertunjukan debus.
Terdapat juga hari-hari penting dan hari besar Kampung Dukuh,
seperti :
- 10 Muharam
- 12 Maulud
- 27 Rajab
- 1 Syawal Idul Fitri
- 10 Rayagung
Hari-hari penting
:
a.
Hari
Sabtu (Pelaksanaan Ziarah).
b.
Rebo
Welasan (Hari terakhir pada bulan Sapar dimana semua sumber air yang digunakan
oleh masyarakat diberi jimat sebagai penolak bala dan biasanya diwajibkan
mandi).
c.
14
Maulud (Pada hari ini dipercaya adalah hari yang paling baik untuk menguji dan
mencari ilmu kepada para guru dengan melakukan cebor opat puluh).
d.
30
Bewah (menyiapkan puasa di bulan Ramadhan).
8.
Keadaan
Tanah
Keadaan tanah
di Kampung Dukuh saat ini dalam keadaan subur dikarenakan mempunyai unsur hara
yang bagus dan baik untuk bercocok tanam. Hal ini telah dibuktikan dengan
beberapa hasil tanaman yang berproduksi dengan baik. Apalagi sekarang sudah memasuki musim hujan
dimana saatnya petani untuk memulai bercocok tanam baik di kebun maupun di
pesawahannya masing-masing.
Kampung Dukuh
termasuk kedalam wilayah dataran tinggi yang jauh dari perkotaan. Pemukiman
penduduk yang masih alami dan tinggal di daerah pegunungan yang masih sangat
kaya dengan sumber daya alam yang sangat baik, air yang jernih mengalir dari
sumber mata air, udara yang sangat sejuk, dan pepohonan di sekitar kampung
tersebut seakan-akan menghias keindanhan kampung tersebut.
9.
Peraturan
Adat Istiadat
Hukum merupakan suatu bentuk aturan tertentu yang harus dilaksanakan,
apabila dilanggar akan mendapat sangsi baik langsung maupun tidak langsung
hukum mengatur segi kehidupan satu komunitas tertentu demikian begitupun dengan
masyarakat kampung Dukuh pola kehidupan mereka diatur oleh hukum yang mengikat
yang menimbulkan karakter masyarakat yang memegang teguh adat. Ada beberapa
aturan yang mengikat kehidupan mereka diantaranya :
· Dilarang selonjoran kaki ke arah makam yang dianggap keramat oleh mereka.
· Dilarang berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim.
· Dilarang makan sambil berdiri, apalagi menggunakan tangan kiri.
· Larangan khusus yaitu Pacaduan, Ada 3 Pacaduan di kampung adat ini, yakni
Pacaduan Kampung (larangan yang berhubungan dengan kampung), Pacaduan Makom
(larangan yang berhubungan dengan makam), dan Pacaduan Leuweung (larangan yang
berhubungandenganhutan).
LaranganKampungmengaturbentukrumahdanisinya.LaranganMakammengaturtatacaraziarahkemakam.
SementaraLaranganHutanmengatur pemeliharaan dan pelestarian hutan.
10.
Kondisi
Lingkungan
Suasana atau kondisi lingkungan di kampung ini sangat nyaman. Sebelah selatan
dan baratkampung ini terhampar luas perkebunan kayu jati, sebelah timurnya
terdapat hutan larangan yang terjaga kelestarian hutannya, sebelah utara terdapat pesawahan, di
arealingkungannya terdapat pohon kelapa dan pohon mangu menambah sejuk dan segarnya
udara di kampung tersebut. Bangunan rumahnya tersusun rapi dan terbuat dari kayu,
bambu, dan ijuk sebagai atapnya, menandakan kehidupan yang sederhana tapi
kenyamanan dan ketenangan ketika berada di kampung tersebut akan dapat
dirasakan.
Ketika surara
bedug dan kohkol terdengar menandakan waktu sholat sudah tiba dan masyarakat
disana berbondong-bodong pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat berjamaah
yang biasa dilakukan oleh bapak-bapak dan anak laki-laki.
Fasilitas yang
tersedia di kampung itu mulai dari pemandian umum yang airnya berasal dari
sumber mata air Gunung Dukuh sebagian orang menyebutnya dengan air suci, rumah
tamu, ruangan tamu/penjarah yang berada di rumah kuncen, mesjid, sampai
rumah-rumah penduduk kampung tersebut yang selalu terbuka untuk orang-orang
yang ingin istirahat atau tinggal beberapa hari.
Saat kita datang ke tempat seperti ini, kearifan
lokal sangat terasa dalam menghadapi Globalisasi teknologi dan kemajuan yang
luar biasa akhir-akhir ini, sama seperti di pemukiman tradisional lainnya tetua
atau sesepuh serta seluruh warga kampung pasti taat pada Uga dan Hukum atau
Adat Istiadat yang diberlakukan disini.
Menuntut hak dan melaksanakan kewajiban dilaksanakan
dengan lebih tertata serta teratur, mayoritas Turis Asing dan beberapa orang
yang ingin menggali ilmu selain berwisata menjadikan tempat seperti ini sebagai
tujuan melepas lelah dan menggali potensi diri mendekatkan diri pada Illahi dengan melebur bersama alam di Kampung yang benar-benar alami, bukan kampung buatan atau bikinan yang sudah pasti berbeda dengan Kampung Adat yang real dan original.
Sejarah Kampung Adat Dukuh
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat
setempat bahwa yang berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul
Jalil. Menurut cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu
menjadi Bupati Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap
penguasa Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama
pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti
tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan.
Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu
dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-murid
cukup banyak.
Syekh Abdul Jalil bersedia menjadi
hakim/penghulu/kepala agama dengan syarat entong ngarempak syara yang artinya
jangan melanggar syara (hukum/ajaran Islam) seperti membunuh, merampok,
mencuri, perzinahan dan sebagianya, dan apabila syarat tersebut tidak
diindahkan, maka jabatan sebagai penghulu akan segera diletakkan. Dua belas
tahun sejak pengangkatan menjadi penghulu dan selama itu aturan-aturan agama
tidak ada yang melanggar. Akan tetapi ketika Syekh Abdul Jalil berangkat ke
Mekah untuk menunaikan ibadah haji, Sumedang kedatangan utusan Banten yang
meminta agar Sumedang tidak tunduk dan memberi upeti ke Mataram, tetapi tunduk
ke Banten dan bersama-sama memerangi Mataram. Rangga Gempol II marah dan utusan
Banten Jagasatru malah dibunuh atas perintahnya, mayat itu dibuang ke hutan
agar tidak diketahui oleh Banten dan Syekh Abdul Jalil.
Walau bagaimanapun kuatnya menutupi rahasia,
akhirnya peristiwa pembunuhan itu diketahui Syekh Abdul Jalil sekembali dari
Mekah, dari informasi temannya Ki Suta. Kemudian Ia langsung meletakkan jabatan
sebagai penghulu Sumedang sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Walaupun Rangga
Gempol II mohon maaf dan berjanji tidak akan pernah melakukan pelanggaran syara
lagi, Syekh Abdul Jalil tetap dengan pendiriannya untuk meninggalkan jabatan
itu. Sebelum meninggalkan Sumedang, ia sempat berkata” sebentar lagi Sumedang
akan diserang oleh Banten”. Ternyata perkataanya terbukti. Pada Hari Jum’at
bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri, Sumedang diserang oleh Banten yang
dipimpin oleh Cilikwidara dan Sumedang mengalami kehancuran.
Syekh Abdul Jalil kemudian pergi ngalanglang buana
(mengelilingi dunia atau berpindah-pindah dari satu temapt ke tempat lainnya)
mencari tempat bermukim yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat menyebarkan
ilmu dan agamanya. Di setiap tempat yang disinggahinya Ia selalu bertafakur,
memohon petunjuk Allah untuk mendapatkan tempat yang cocok dan
tenang dalam beribadah dan menjalankan atau mengajarkan agamanya. Pada tanggal
12 Maulud Bulan Alif (tidak ada keterangan yang pasti mengenai tahun yang
tepat) ketika selesai tafakur di Tonjong, Ia mendapat petunjuk di langit berupa
sinar sagede galuguran kawung atau sebesar pohon aren. Sinar tersebut bergerak
menuju suatu arah tertentu, yang kemudian diikuti oleh Syek Abdul Jalil, dan
berhenti di suatu daerah di antara Sungai Cimangke dan Cipasarangan. Daerah
tersebut ternyata telah dihuni oleh suami istri yang bernama Aki (kakek) dan
Nini (nenek) Candradiwangsa. Syeckh Abdul Jalil bermukim di tempat tersebut dan
dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai cikal bakal Kampung Dukuh. Diperkirakan, Syekh Abdul Jalil mulai menempati
Kampung Dukuh pada tahun 1685. Menurut
buku Babad Pasundan (diterbitkan 1960), penyerangan Cilikwidara (Banten) ke
Sumedang terjadi pada tahun 1678. Sedangkan pengembaraan Syekh Abdul Jalil yang
tercatat dalam buku yang disimpan kuncen memakan waktu ± 7 tahun.
Menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa Sunda
yang berarti tukuh (kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang yang
menjadi miliknya, atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi warisan nenek
moyangnya. Menurut penuturan (2006) Lukmanul Hakim, Juru Kunci (Kuncen) Kampung
Dukuh istilah dukuh berasal dari padukuhan atau dukuh = calik = duduk. Jadi
padukuhan sama dengan pacalikan atau tempat bermukim. Menurut mantan Lurah
Cijambe, yaitu Uung Supriyadin, nama Dukuh dikenal kira-kira pada tahun 1901
yaitu pada waktu berdirinya Desa Cijambe. Sebelum tahun 1901 tidak dapat
keterangan apa nama kampung tersebut.
Sejak berdiri sampai sekarang, Kampung Dukuh sudah
mengalami dua kali dibumihanguskan. Peristiwa pertama pada tahun 1949 yaitu
pada masa agresi Belanda yang ke-2, perkampungan dibakar sendiri oleh penduduk
karena takut jatuh ke tangan penjajah. Kedua, pada masa terjadinya pembrontakan
DI/TII dengan dalangnya Kartosuwiryo. Pembakaran dilakukan oleh pemerintah
karena Kampung Dukuh yang tanahnya subur dikhawatirkan akan dijadikan basis
oleh pasukan DI/TII. Kemudian baru-baru ini terjadi peristiwa kebakaran pada
tahun 2006 yang menyebabkan hampir semua bangunan rumah habis terbakar. Berkat
swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah dibangun kembali Kampung Dukuh dengan
tradisi yang tetap melekat kuat dalam proses pembangunan perkampungan tersebut.
Kampung Dukuh merupakan kesatuan pemukiman yang mengelompk, terdiri atas beberapa
puluh rumah yang berjajar pada kemiringan tanah yang bertingkat. Pada tiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang
membujur dari arah barat ke timur. Letak antar rumah hampir berdempetan,
sehingga jalan kampung terletak di sela-sela rumah penduduk berupa jalan
setapak. Kampung Dukuh terdiri atas dua daerah pemukiman yaitu Dukuh Luar
(Dukuh Landeuh = bawah) dan Dukuh Dalam (Dukuh Tonggoh = atas). Selain Dukuh
Luar dan Dukuh Dalam, terdapat wilayah lain yang bernama Tanah Karomah (tanah
keramat). Di dalam wilayah Tanah Karomah terdapat Makam Karomah (makam
keramat). Di antara ketiga wilayah ini dibatasi oleh pagar tanaman.
Dukuh Dalam terdiri atas 42 rumah, dengan bentuk,
arah membujur dan bahan bangunan yang sama. Jumlah ini tetap, karena tidak ada
lagi tanah kosong yang bisa dijadikan tempat berdirinya sebuah rumah. Terdapat
peraturan-peraturan yang mengikat penduduknya berupa peraturan tidak tertulis
atau bersifat tabu, misalnya tidak boleh menjulurkan kaki ke arah makam keramat
yang ada di sebelah utara kampung, tidak boleh makan sambil berdiri, tidak boleh
menggunakan barang-barang elektronik dan tidak boleh membuat rumah lebih bagus
dari pada tetangganya.
Dukuh luar merupakan bagian dari kampug yang berada
di luar batas taneuh karomah. Segala peraturan tidak berlaku dengan ketat.
Bahkan dalam perkembangan sekarang sudah banyak dijumpai bangunan-bangunan yang
memakai bahan-bahan yang di Dukuh Dalam tabu untuk dipakai, misalnya genteng,
kaca, papan. Walaupun demikian arah rumah-rumah masih tetap dari timur ke barat
dan pintu rumah tidak menghadap ke makam keramat.
SEKILAS PANDANG KAMPUNG ADAT DUKUH
Rumah Juru Kunci Kampung Adat Dukuh
Mushola Kampung Adat Dukuh
Acara Adat Kampung Dukuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar