Selasa, 22 November 2016

KAMPUNG ADAT DUKUH DALAM DESKRIPSI


SEJARAH DAN  BUDAYA
Oleh    : SISKA MAULANI
KELAS XI IPA 1 
SMAN 5 GARUT

1.  Letak Geografis
Kampung Adat Dukuh adalah salah satu Kampung Adat yang terletak di kota Garut tepatnya di Desa Ciroyom Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.Kampung ini merupakan salah satu perkampungan tradisional (kampung adat) yang masih menganut kepercayaan nenek moyang, masyarakat masih mematuhi Kasuaran Karuhun (Tabu/Nasihat Leluhur). Wilayah ini juga sering disebut dengan wilayah Kandang Wesi. Permukiman Kampung Adat Dukuh berbeda dengan kampung yang biasanya, selain berada di dataran tinggi kampung ini juga mempunyai cirihas dan keunikan tersendiri. Sepanjang perjalanan sepertinya telah menyuguhkan pemandangan yang tidak kalah menarik dibanding kampung lainnya. Pengunjung dan penjarah yang datang menuju tempat itu seolah  akan terpesona oleh alam yang  berada di sekitarnya. Beberapa hal yang dapat dilihat ketika melewati perjalanan ini, tampak adanya keanekaragaman baik hayati maupun non hayati.
Miniatur Kampung Dukuh di Museum RAA Adiwijaya, Garut

2.    Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Luas keseluruhan Kampung Dukuh seluas 10 hektar yang tediri dari 7 hektar bagian dari Kampung Dukuh Luar, 1 hektar bagian dari Kampung Dukuh Dalam dan sisanya merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam Kampung Dukuh juga terdapat area yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan tempat dimana Makam Syekh Abdul Jalil. Di dalam kawasan Kampung Dukuh terdapat 42 rumah dan bangunan Mesjid. Dengan 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk 172 orang untuk Kampung Dukuh Dalam dan 70 kepala keluarga untuk Kampung Dukuh Luar.
3.    Perbatasan Wilayah
Adapun yang menjadi letak perbatasan Kampung Dukuh ini yaitu sebelah selatan berbatasan langsung dengan kampung Cibalagung, sebelah barat berbatasan dengan kampung Baru Jaya, sebelah timur berbatasan dengan kampung Sukadana dan sebelah utara berbatasan dengan kampung Tipar.
4.    Jarak Tempuh
Jarak kampung dukuh dari desa Ciroyom lebih 1,5 Km, sedangkan dari pusat kota kurang lebih 112 Km. untuk mencapai lokasi ini bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi atau umum bisa juga dengan kendaraan umum sampai Kecamatan Cikelet, dilanjutkan dengan jasa angkutan ojeg sampai lokasi atau bisa juga membawa kendaraan pribadi menuju kampung tersebut.
Perjalanan menuju Kampung Dukuh ini sedikit ada kendala karena jalanan yang tidak rata dan jalanan yang terus naik ke atas bukit. Tetapi kekaguman dan keindahan pemandangan sepanjang perjalanan menuju kampung dukuh ini sangat indah sepanjang luasnya mata kita memandang. Hamparan perkebunan pohon jati menjadikan udaranya sejuk, terlihat gunung-gunung menjulang tinggi, garapan lahan petani yang mayoritas menanam pohon pisang terlihat disepanjang perjalanan, terlihat juga hamparan laut yang indah di pandang dari kejauhan, dan kicauan burung-burung yang merdu terdengar suaranya disepanjang jalan perjalanan seakan-akan menyambut kedatangan tamu yang datang.
5.    Keadaan Penduduk
Keadaaan masyarakatnya sungguh sangat beraneka ragam yang terbentuk oleh buadaya dan adatnya masing-masing. Mereka mempunyai karakter berbeda tetapi perbedaan bukan merupakan sebagai perselisihan melainkan salah satu bentuk untuk memperkuat budaya. Mereka dapat bersatu untuk mewujudkan kepentingan bersama di salah satu tempat untuk berdiskusi mengenai permasalah-permasalah yang terjadi. Keadaaan masyarakat di sana pada umumnya bersifat kekeluargaan, hidup rukun dan adanya interaksi yang kuat antara sesama tetangganya. Walaupun secara keseluruhan mereka tidak menggunakan alat-alat atau fasilitas teknologi di zaman modern ini tetapi mereka juga mampu menyesuaikan dengan keadaan zaman yang terus dituntut untuk berbenah dalam segala hal baik pendidikan, agama, ekonomi sosial maupun politik.
Melihat dari segi kehidupan beragamanya semua masyarakat Kampung Dukuh adalah beragama Islam. Keagamaannya sangat kuat dan saling menguatkan mulai dari anak-anak, pemuda sampai orang tua sekalipun dituntut untuk belajar ilmu agama. Pendidikan agama sudah diterapkan sejak dini dan ini merupakan awal untuk membentuk lingkungan yang agamis. Kesadaran beragama memang sudah cukup besar hal ini dibuktikan dengan berdirinya pendidikan-pendidikan nonformal seperti madrasah, masjid, pengajian rutin mingguan, bulanan yang dilakukan secara terus menerus oleh semua kalangan terutama dengan dipimpin oleh seorang pemimpin kampung tersbut yang biasa di panggil dengan sebutan Kuncen. 
6.    Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama adalah bertani, beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau, memelihara ikan dan usaha penggilingan padi. Salah satu mata pencaharian utama masyarakat kampung dukuh adalah bertani. Model pertanian yang biasa di lakukan yaitu model pertanian lahan basah (sawah) dan pertanian lahan kering (huma atau berladang). Masyarakat kampung dukuh dalam bertani pada lahan basah (sawah) biasanya menggunakan lahan yang terletak pada pinggir-pinggir sungai, dan lahan yang dapat digunakan untuk cara bertani ini cukup sedikit. Sedangkan untuk bertani pada lahan kering itu cukup luas, karena biasanya masyarakat adat kampung dukuh akan mebukah hutan untuk dijadikan lahan berladang atau bertani. Karena lahan ini cukup luas. maka masyarakat biasanya banyak yang melakukan bertani pada lahan kering, yaitu seperti ngehuma,berladang. Selain itu juga masyarakat kampung adat dukuh sering memanfaatkan hutan sekitarnya, untuk memenuhi kekebutuhan hidup. Biasanya dimanfaatkan untuk mengambil kayu bakar, mengambil bahan untuk membuat rumah. Hal ini biasa dilakukan oleh masyarakat kampung dukuh sebelum masuknya jawatan kehutanan atau perhutani. Dimana setelah masuknya perhutani ke wilayah adat dukuh, masyarakat menjadi tidak punya akses terhadap hak ulayat mereka.
Berbagai kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh Kampung Dukuh ini, memang sudah menjadi kebutuhan dan merupakan investasi bagi perekonomian masyarakat sebagai salah satu loncatan untuk mengembangkan kesejahtraan masyarakat dalam menyeimbangkan perekonimian dengan daerah lainnya di Kabupaten Garut. Salah satu yang menjadi investasi Kampung Dukuh ini yaitu keadaan alam hayati yang dimanfaatkan sebagai lahan untuk bercocok tanam dengan menanam berbagai jenis tumbuhan seperti yang tampak terlihat di sepanjang jalan yang dipenuhi dengan tanaman pangan seperti pesawahan dan perkebunan. Adapun tanaman yang ditanam di lahan pesawahan yaitu padi yang berada di dekat Kampung Dukuh maupun yang jauh dari perkampungan tersebut tetapi mayoritas masyarakat tersebut menggarap pesawahan yang lahan garapannya tersebar di daerah tersebut. Pada  lahan perkebunan seperti tanaman palawija berbagai jenis antara lain tanaman cabe rawit, kacang-kacangan, jagung, terong, dan berbagai jenis sayur-sayuran lainnya dan biasanya mereka dapat bertani seperti itu ketika musim hujan tiba. Selain itu juga karena kampung ini terletak di daerah pegunungan masyarakat juga banyak yang menananm tumbuhan kuat yaitu seperti berbagai macam jenis kayu, bambu, pohon cengkeh, kelapa, buah-buhan dan banyak lagi yang lainnya. Warga Kampung Dukuh bukan hanya mengelola tumbuhan saja ternyata setelah saya masuk ke dalamnya berbagai aktivitas mereka lakukan. Ada diantaranya yang memelihara binatang ternak untuk dilestarikannya seperti domba, kerbau, ikan, ayam, dan itik.
7.    Keunikan dan Ciri khas Kampung Adat Dukuh
Keunikannya adalah keseragaman struktur dan bentuk arsitektur bangunan pemukiman masyarakat. Terdiri beberapa puluh rumah yang tersusun pada kemiringan tanah yang bertingkat. Setiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang membujur dari Barat ke Timur. Upacara Moros salah satu manisfestasi masyarakat Kampung Dukuh yaitu memberikan hasil pertanian kepada pemerintah menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Ciri khas lainnya tidak terpengaruh/tergoyahkan oleh kemajuan zaman, seolah-olah tidak mengenal perkembangan ilmu dan teknologi.
Keunikan lainnya adalah saat tidur, kaki tidak boleh membujur ke sisi utara, mandi, kencing semua harus menghadap ke barat dan tidak boleh kencing sambil berdiri alias harus jongkok. Kampung Dukuh juga merupakan area pedesaan dengan pola budaya religi yang kuat. Masyarakat Kampung Dukuh mempunyai cara pandang hidup yang berlandas pada sufisme dengan berpedoman pada Mazhab Imam Syafii. Landasan budaya tersebut berpengaruh pada bentukan fisik pedesaan tersebut dan adat istiadat masyarakat Kampung Dukuh. Kampung Dukuh sangat menjunjung keharmonisan dan keselarasan hidup bermasyarakat. Idealisme itu berpengaruh kepada bentukan bangunan di Kampung Dukuh yang tidak membolehkan penggunaan dinding dari tembok dan atap dari genteng serta jendela dari kaca. Hal ini dilandasi alasan bahwa hal yang bersifat kemewahan akan mengakibatkan suatu sistem masyarakat menjadi tidak harmonis. Di Kampung Dukuh juga tidak diperkenankan adanya prasarana listrik dan pemasangan televisi serta radio yang dipercaya selain mendatangkan manfaat yang banyak juga mendatangkan kemadaratan yang tinggi juga. Alat makan yang digunakan juga terbuat dari pepohonan seperti khalayaknya bangunan, seperti bambu batok kelapa dan kayu lainnya. Material tersebut dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan karena bahan tersebut tidak mudah hancur/ pecah dan dapat menyerap kotoran.
Pola budaya juga berpengaruh pada aspek non fisik seperti ritual budaya, antara lain :
a.    Ngahaturan tuang merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Dukuh atau pengunjung yang berasal dari luar apabila memiliki keinginan-keinginan tertentu seperti kelancaran dalam usaha, perkawinan, jodoh, dengan memberikan bahan makanan seperti garam, kelapa, telur ayam, kambing atau lainnya sesuai kemampuan.
b.    Nyanggakeun merupakan suatu kegiatan penyerahan sebagian hasil pertanian kepada kuncen untuk diberkahi. Masyarakat tidak diperbolehkan memakan hasil panennya sebelum melakukan kegiatan Nyanggakeun.
c.    Tilu Waktos merupakan ritual yang dilakukan oleh kuncen yaitu dengan membawa makanan ke dalam Bumi Alit atau Bumi Lebet untuk tawasul. Kuncen membawa sebagian makanan ke Bumi Allit lalu berdoa. Biasa dilakukan pada hari raya 1 Syawal, 10 Rayagung, 12 Maulud, 10 Muharam.
d.   Manuja adalah penyerahan bahan makanan dari hasil bumi kepada Kuncen untuk diberkati pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha untuk maksud perayaan.
e.    Moros merupakan kebiasaan untuk menyerahkan hasil-hasil bumi yang dimiliki kepada aparat pemerintah seperti lurah dan camat.
f.     Cebor Opat Puluh adalah mandi dengan empat puluh kali siraman dengan air dari pancuran dan dicampur dengan air khusus yang telah diberi doa-doa pada jamban umum.
g.    Jaroh merupakan siuatu bentuk aktivitas berziarah ke makam Syekh Abdul Jalil. Tetapi sebelumnya harus melakukan mandi cebor opat puluh dan mengambil air wudhu serta menanggalkan semua perhiasan serta menggunakan pakaian yang tidak bercorak.
h.    Shawalatan dilakukan pada hari Jumat di rumah kuncen. Shalawatan Karmilah sejumlah 4444 yang dihitung dengan menggunakan batu.
i.      Sebelasan dilakukan setiap tanggal 11 dalam perhitungan bulan Islam dengan membaca Marekah.
j.      Terbang Gembrung merupakan kegiatan yang dilakukan pada tanggal 12 Maulud yang dilakukan para orang tua Kampung Dukuh.
k.    Terbang Sejak merupakan suatu pertunjukan pada saat perayaan seperti khitanan dan pernikahan. Pertunjukkan terbang sejak ini merupakan pertunjukan debus.
Terdapat juga hari-hari penting dan hari besar Kampung Dukuh, seperti :
  • 10 Muharam
  • 12 Maulud
  • 27 Rajab
  • 1 Syawal Idul Fitri
  • 10 Rayagung
Hari-hari penting :
a.    Hari Sabtu (Pelaksanaan Ziarah).
b.    Rebo Welasan (Hari terakhir pada bulan Sapar dimana semua sumber air yang digunakan oleh masyarakat diberi jimat sebagai penolak bala dan biasanya diwajibkan mandi).
c.    14 Maulud (Pada hari ini dipercaya adalah hari yang paling baik untuk menguji dan mencari ilmu kepada para guru dengan melakukan cebor opat puluh).
d.   30 Bewah (menyiapkan puasa di bulan Ramadhan).
8.    Keadaan Tanah
Keadaan tanah di Kampung Dukuh saat ini dalam keadaan subur dikarenakan mempunyai unsur hara yang bagus dan baik untuk bercocok tanam. Hal ini telah dibuktikan dengan beberapa hasil tanaman yang berproduksi dengan baik.  Apalagi sekarang sudah memasuki musim hujan dimana saatnya petani untuk memulai bercocok tanam baik di kebun maupun di pesawahannya masing-masing.
Kampung Dukuh termasuk kedalam wilayah dataran tinggi yang jauh dari perkotaan. Pemukiman penduduk yang masih alami dan tinggal di daerah pegunungan yang masih sangat kaya dengan sumber daya alam yang sangat baik, air yang jernih mengalir dari sumber mata air, udara yang sangat sejuk, dan pepohonan di sekitar kampung tersebut seakan-akan menghias keindanhan kampung tersebut.
9.    Peraturan Adat Istiadat
Hukum merupakan suatu bentuk aturan tertentu yang harus dilaksanakan, apabila dilanggar akan mendapat sangsi baik langsung maupun tidak langsung hukum mengatur segi kehidupan satu komunitas tertentu demikian begitupun dengan masyarakat kampung Dukuh pola kehidupan mereka diatur oleh hukum yang mengikat yang menimbulkan karakter masyarakat yang memegang teguh adat. Ada beberapa aturan yang mengikat kehidupan mereka diantaranya :
·      Dilarang selonjoran kaki ke arah makam yang dianggap keramat oleh mereka.
·      Dilarang berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim.
·      Dilarang makan sambil berdiri, apalagi menggunakan tangan kiri.
·      Larangan khusus yaitu Pacaduan, Ada 3 Pacaduan di kampung adat ini, yakni Pacaduan Kampung (larangan yang berhubungan dengan kampung), Pacaduan Makom (larangan yang berhubungan dengan makam), dan Pacaduan Leuweung (larangan yang berhubungandenganhutan). LaranganKampungmengaturbentukrumahdanisinya.LaranganMakammengaturtatacaraziarahkemakam. SementaraLaranganHutanmengatur pemeliharaan dan pelestarian hutan.
10.  Kondisi Lingkungan
Suasana atau kondisi lingkungan di kampung ini sangat nyaman. Sebelah selatan dan baratkampung ini terhampar luas perkebunan kayu jati, sebelah timurnya terdapat hutan larangan yang terjaga kelestarian hutannya,  sebelah utara terdapat pesawahan, di arealingkungannya terdapat pohon kelapa dan pohon mangu menambah sejuk dan segarnya udara di kampung tersebut. Bangunan rumahnya tersusun rapi dan terbuat dari kayu, bambu, dan ijuk sebagai atapnya, menandakan kehidupan yang sederhana tapi kenyamanan dan ketenangan ketika berada di kampung tersebut akan dapat dirasakan.
Ketika surara bedug dan kohkol terdengar menandakan waktu sholat sudah tiba dan masyarakat disana berbondong-bodong pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat berjamaah yang biasa dilakukan oleh bapak-bapak dan anak laki-laki.
Fasilitas yang tersedia di kampung itu mulai dari pemandian umum yang airnya berasal dari sumber mata air Gunung Dukuh sebagian orang menyebutnya dengan air suci, rumah tamu, ruangan tamu/penjarah yang berada di rumah kuncen, mesjid, sampai rumah-rumah penduduk kampung tersebut yang selalu terbuka untuk orang-orang yang ingin istirahat atau tinggal beberapa hari.
Saat kita datang ke tempat seperti ini, kearifan lokal sangat terasa dalam menghadapi Globalisasi teknologi dan kemajuan yang luar biasa akhir-akhir ini, sama seperti di pemukiman tradisional lainnya tetua atau sesepuh serta seluruh warga kampung pasti taat pada Uga dan Hukum atau Adat Istiadat yang diberlakukan disini.
Menuntut hak dan melaksanakan kewajiban dilaksanakan dengan lebih tertata serta teratur, mayoritas Turis Asing dan beberapa orang yang ingin menggali ilmu selain berwisata menjadikan tempat seperti ini sebagai tujuan melepas lelah dan menggali potensi diri mendekatkan diri pada Illahi dengan melebur bersama alam di Kampung yang benar-benar alami, bukan kampung buatan atau bikinan yang sudah pasti berbeda dengan Kampung Adat yang real dan original.
Sejarah Kampung Adat Dukuh
Dalam kisah tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil.  Menurut cerita pada abad ke-17, Rangga Gempol II yang saat itu menjadi Bupati Sumedang yang berada di bawah kekuasaan Mataram, menghadap penguasa Mataram dan mohon agar menunjuk seorang hakim/penghulu/kepala agama pengganti yang telah meninggal. Sultan mengatakan bahwa penghulu pengganti tidak usah dicari jauh-jauh karena orang tersebut ada di pedesaan Pasundan. Rangga Gempol II kemudian mencari orang yang dimaksud dan akhirnya bertemu dengan Syekh Abdul Jalil, pemimpin sebuah pesantren yang mempunyai murid-murid cukup banyak.
Syekh Abdul Jalil bersedia menjadi hakim/penghulu/kepala agama dengan syarat entong ngarempak syara yang artinya jangan melanggar syara (hukum/ajaran Islam) seperti membunuh, merampok, mencuri, perzinahan dan sebagianya, dan apabila syarat tersebut tidak diindahkan, maka jabatan sebagai penghulu akan segera diletakkan. Dua belas tahun sejak pengangkatan menjadi penghulu dan selama itu aturan-aturan agama tidak ada yang melanggar. Akan tetapi ketika Syekh Abdul Jalil berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, Sumedang kedatangan utusan Banten yang meminta agar Sumedang tidak tunduk dan memberi upeti ke Mataram, tetapi tunduk ke Banten dan bersama-sama memerangi Mataram. Rangga Gempol II marah dan utusan Banten Jagasatru malah dibunuh atas perintahnya, mayat itu dibuang ke hutan agar tidak diketahui oleh Banten dan Syekh Abdul Jalil.
Walau bagaimanapun kuatnya menutupi rahasia, akhirnya peristiwa pembunuhan itu diketahui Syekh Abdul Jalil sekembali dari Mekah, dari informasi temannya Ki Suta. Kemudian Ia langsung meletakkan jabatan sebagai penghulu Sumedang sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Walaupun Rangga Gempol II mohon maaf dan berjanji tidak akan pernah melakukan pelanggaran syara lagi, Syekh Abdul Jalil tetap dengan pendiriannya untuk meninggalkan jabatan itu. Sebelum meninggalkan Sumedang, ia sempat berkata” sebentar lagi Sumedang akan diserang oleh Banten”. Ternyata perkataanya terbukti. Pada Hari Jum’at bertepatan dengan Hari Raya idul Fitri, Sumedang diserang oleh Banten yang dipimpin oleh Cilikwidara dan Sumedang mengalami kehancuran.
Syekh Abdul Jalil kemudian pergi ngalanglang buana (mengelilingi dunia atau berpindah-pindah dari satu temapt ke tempat lainnya) mencari tempat bermukim yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat menyebarkan ilmu dan agamanya. Di setiap tempat yang disinggahinya Ia selalu bertafakur, memohon petunjuk Allah untuk mendapatkan tempat yang cocok dan tenang dalam beribadah dan menjalankan atau mengajarkan agamanya. Pada tanggal 12 Maulud Bulan Alif (tidak ada keterangan yang pasti mengenai tahun yang tepat) ketika selesai tafakur di Tonjong, Ia mendapat petunjuk di langit berupa sinar sagede galuguran kawung atau sebesar pohon aren. Sinar tersebut bergerak menuju suatu arah tertentu, yang kemudian diikuti oleh Syek Abdul Jalil, dan berhenti di suatu daerah di antara Sungai Cimangke dan Cipasarangan. Daerah tersebut ternyata telah dihuni oleh suami istri yang bernama Aki (kakek) dan Nini (nenek) Candradiwangsa. Syeckh Abdul Jalil bermukim di tempat tersebut dan dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai cikal bakal Kampung Dukuh. Diperkirakan, Syekh Abdul Jalil mulai menempati Kampung Dukuh pada tahun 1685. Menurut buku Babad Pasundan (diterbitkan 1960), penyerangan Cilikwidara (Banten) ke Sumedang terjadi pada tahun 1678. Sedangkan pengembaraan Syekh Abdul Jalil yang tercatat dalam buku yang disimpan kuncen memakan waktu ± 7 tahun. 
Menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa Sunda yang berarti tukuh (kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang yang menjadi miliknya, atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi warisan nenek moyangnya. Menurut penuturan (2006) Lukmanul Hakim, Juru Kunci (Kuncen) Kampung Dukuh istilah dukuh berasal dari padukuhan atau dukuh = calik = duduk. Jadi padukuhan sama dengan pacalikan atau tempat bermukim. Menurut mantan Lurah Cijambe, yaitu Uung Supriyadin, nama Dukuh dikenal kira-kira pada tahun 1901 yaitu pada waktu berdirinya Desa Cijambe. Sebelum tahun 1901 tidak dapat keterangan apa nama kampung tersebut.
Sejak berdiri sampai sekarang, Kampung Dukuh sudah mengalami dua kali dibumihanguskan. Peristiwa pertama pada tahun 1949 yaitu pada masa agresi Belanda yang ke-2, perkampungan dibakar sendiri oleh penduduk karena takut jatuh ke tangan penjajah. Kedua, pada masa terjadinya pembrontakan DI/TII dengan dalangnya Kartosuwiryo. Pembakaran dilakukan oleh pemerintah karena Kampung Dukuh yang tanahnya subur dikhawatirkan akan dijadikan basis oleh pasukan DI/TII. Kemudian baru-baru ini terjadi peristiwa kebakaran pada tahun 2006 yang menyebabkan hampir semua bangunan rumah habis terbakar. Berkat swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah dibangun kembali Kampung Dukuh dengan tradisi yang tetap melekat kuat dalam proses pembangunan perkampungan tersebut.
Kampung Dukuh merupakan kesatuan pemukiman yang mengelompk, terdiri atas beberapa puluh rumah yang berjajar pada kemiringan tanah yang bertingkat. Pada tiap tingkatan terdapat sederetan rumah yang membujur dari arah barat ke timur. Letak antar rumah hampir berdempetan, sehingga jalan kampung terletak di sela-sela rumah penduduk berupa jalan setapak. Kampung Dukuh terdiri atas dua daerah pemukiman yaitu Dukuh Luar (Dukuh Landeuh = bawah) dan Dukuh Dalam (Dukuh Tonggoh = atas). Selain Dukuh Luar dan Dukuh Dalam, terdapat wilayah lain yang bernama Tanah Karomah (tanah keramat). Di dalam wilayah Tanah Karomah terdapat Makam Karomah (makam keramat). Di antara ketiga wilayah ini dibatasi oleh pagar tanaman. 
Dukuh Dalam terdiri atas 42 rumah, dengan bentuk, arah membujur dan bahan bangunan yang sama. Jumlah ini tetap, karena tidak ada lagi tanah kosong yang bisa dijadikan tempat berdirinya sebuah rumah. Terdapat peraturan-peraturan yang mengikat penduduknya berupa peraturan tidak tertulis atau bersifat tabu, misalnya tidak boleh menjulurkan kaki ke arah makam keramat yang ada di sebelah utara kampung, tidak boleh makan sambil berdiri, tidak boleh menggunakan barang-barang elektronik dan tidak boleh membuat rumah lebih bagus dari pada tetangganya. 
Dukuh luar merupakan bagian dari kampug yang berada di luar batas taneuh karomah. Segala peraturan tidak berlaku dengan ketat. Bahkan dalam perkembangan sekarang sudah banyak dijumpai bangunan-bangunan yang memakai bahan-bahan yang di Dukuh Dalam tabu untuk dipakai, misalnya genteng, kaca, papan. Walaupun demikian arah rumah-rumah masih tetap dari timur ke barat dan pintu rumah tidak menghadap ke makam keramat.
SEKILAS PANDANG KAMPUNG ADAT DUKUH
Rumah Juru Kunci Kampung Adat Dukuh


 Mushola Kampung Adat Dukuh
 Acara Adat Kampung Dukuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar